Tuesday, April 24, 2012

Kesetiakawanan Memberi Pelajaran

Jumat, 20 April 2012, aku dan kawan-kawan X5 berhasil membuat kami semua akhirnya mendapat tugas menggarap tulisan ini. Tugas yang sangat asing dan langka bagi pelajar yang sebenarnya tidak bandel, seperti kami. Ini kali pertama bagiku dan teman-teman menulis tentang “Kedisiplinan, Ketertiban dsb” sebanyak minimal 5 halaman folio. Dan yang mungkin paling tidak disukai oleh semua anak adalah tugas ini harus: DITULIS TANGAN!
Kelas X5 tahun ajaran ini bagi kami adalah kelas yang kompak dan tersolid dari kelas-kelas lain (mungkin siswa kelas lain juga menganggap kelas mereka begitu). Kami kerap melakukan sesuatu bersamaan, termasuk yang kami lakukan di hari Jumat kemarin: MEMBOLOS! Bisa dibilang bukan membolos, tetapi ‘cabut dari sekolah setelah sebelumnya sempat berangkat ke sekolah’.
Itulah maksud judul tulisanku kali ini. Memang, kesetiakawanan itu baik dalam menjalin persahabatan, termasuk juga dengan teman sekelas. Tetapi membolos bukanlah hal yang baik untuk dilakukan, sekalipun itu atas dasar ‘kesetiakawanan’. Ya, rasanya semua orang juga tahu membolos adalah pelanggaran terhadap tata tertib, apapun instansinya. Membolos dan kemudian mendapat tugas menulis seperti ini adalah pengalaman berharga bagiku. Aku tak menganggapnya sebagai cobaan atau ujian atau penyikasaan, dsb. Aku mencoba menikmatinya dan berjanji dalam hati agar tidak mendapatkan tugas seperti ini. Tapi, kalau tadi sudah dijelaskan bahwa X5 bukan kelas bandel, mengapa X5 membolos ? Begini ceritanya:

Di hari Jumat yang ‘kecepit’ itu, 23 penghuni X5 berangkat ke sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar-mengajar seperti biasa. Hari ‘kecepit’? Ya, hari Jumat kali itu adalah satu-satunya hari dimana kami harus berangkat ke sekolah setelah libur 4 hari karena kakak-kakak kelas XII menghadapi UN, dan di hari Sabtu adalah libur di Lab School. Sehari sebelumnya aku sudah menduga bahwa di hari Jumat itu sekolah akan sepi, karena siswa lain ‘bablas’ liburan seminggu. Dugaanku benar, kelas-kelas lain benar-benar sepi. Kurang dari 10 orang yang berangkat di kelas lain, kecuali X5 dan X4 kurasa. Otomatis proses belajar-mengajar di kelas-kelas ‘nakal’ itu tidak berjalan optimal. Bahkan, banyak dari antara mereka yang akhirnya kabur dari sekolah, sehingga guru pun tak mengajar di kelas mereka dengan siswa yang tersisa sangat sedikit, berbeda dengan X5 yang diisi 23 siswa kala itu.
Di X5, proses belajar-mengajar tetap dilakukan, normally. Hal inilah yang membuat seisi kelas mendadak tidak mood untuk mengikuti kelas. Kami sempat mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dan Sejarah sebelum Istirahat I dan Matematika setelahnya. Kami sudah berniat untuk kabur dari sekolah sejak pagi, tapi kami tak berani menghindari pelajaran wali kelas kami, Matematika. Akhirnya, kami baru benar-benar memantapkan niat kami untuk keluar dari kelas seusai Matematika. Bu Jatu keluar kelas, 5 menit berlalu dan guru selanjutnya belum masuk. Akhirnya kami melempar tas kami keluar jendela, dan loncat keluar melalui jendela untuk menghindari guru yang bisa saja kami temui jika kami kabur lewat koridor.
Proses ‘minggat’ sukses! Kami sangat senang bisa keluar dari ‘ketidakadilan’ bagi kami itu. Tapi rasa deg-degan juga menyelimuti kami. Aku tidak pernah membolos sebelumnya, otomatis ada perasaan janggal ketika keluar dari pintu GOR dan beranjak pergi dari sekolah bukan pada waktu pulang sekolah. Untuk menenangkan diri, akhirnya aku dan kawan-kawan sekelas pergi ke rumah Karin yang tak jauh dari sekolah, yang kebetulan juga warung makan. Kami makan dan minum sambil mencoba memperkirakan apa yang akan kami dapatkan di hari Senin. Teguran kah? Amukan kah? Atau tak mendapatkan apa-apa? Itu harapan kami.
Tapi akhirnya aku sadar, apa yang kami lakukan(membolos) bukanlah hal yang baik. Lari dari tanggung jawab sebagai pelajar, benar-benar bukan tindakan terpuji. Sepulang dari rumah Karin, kami berpisah. Ada yang pulang ke rumah, main game online, makan siang di kafe, dan nongkrong di kampus. Nongkrong di kampus? Bagaimana jika guru lewat dan menegur? Yang ada dalam pikiranku dan teman-teman adalah: kami memakai baju bebas di hari Jumat, orang-orang pasti mengira kami mahasiswa, bukan anak SMA.
Ya, aku, Bram, Hadi dan Jordi beranjak pergi ke kampus dengan maksud ingin menonton Pekan Olahraga Mahasiswa di lapangan basket kampus. Tak menemukan apa yang kami cari, kami malah bertemu anak kelas lain yang kabur dari sekolah dan beristirahat di lapangan basket kampus. Sebelumnya aku dan Bram sudah mengetahui rencana anak-anak OSIS yang akan berjualan minuman di GOR sekolah untuk mencari dana untuk Prom Night. Aku dan Bram ingin turut serta membantu mereka, karena kami juga panita  Prom Night. Akhirnya, kami dan Hadi dan Jordi ke GOR sekolah.
Di sana kami menemui kakak-kakak kelas yang sedang sibuk mempersiapkan dagangan mereka. Aku sempat membeli segelas minuman di stand itu. Hingga akhirnya datang seseorang berkemeja hijau datang dari arah pintu GOR atas à Pak Agus. Pak Agus mengetahui keadaan kelas kami yang sekarang kosong. Spontan, beliau menyuruh kami berempat untuk mengikuti pelajaran Kimia yang adalah pelajaran terakhir di hari itu. Dengan berat hati, kami masuk ke kelas dan duduk diam di dalam. Beruntung hari itu Pak Jumadi hanya sharing dan tidak memberikan materi Kimia yang njlimet.
Kami dipulangkan pukul 14.00 WIB. Kami berempat kembali ke stand yang ada dekat GOR. Tiba-tiba, Dian yang sebelumnya juga ikut membolos dengan kami datang dengan sudah mengenakan pakaian basketnya. Dia menghampiriku dan memarahiku karena aku dianggapnya sebagai pengkhianat. Bagaimana bisa? Itu karena aku kembali ke sekolah untuk mengikuti pelajaran tanpa mengajak teman-teman yang lain. Padahal, itu bukan maksudku kembali ke sekolah. Aku dan 3 teman lain ketahuan oleh Pak Agus. Sulit menjelaskannya pada Dian yang pada saat itu sedang terbakar emosi.
Lalu aku pulang ke rumah, seperti biasa dengan kendaraan umum. Setiba di rumah, aku langsung mengoneksikan internet dengan netbook. Aku mencoba menjelaskan kejadian hari itu di grup Facebook kelas, agar tidak ada kesalahpahaman tentang statusku saat itu sebagai ‘pengkhianat’. Akhirnya teman-teman bisa menerimanya, dan cap pengkhianat pun lepas dariku. Saat itu aku berjanji pada teman-teman: jika mereka mendapat hukuman dari sekolah, aku dan teman-teman yang kembali ke sekolah juga akan mengerjakannya dan berkata jujur bahwa kami juga membolos, eh, minggat.

Begitulah jalan cerita bagaimana kami sekelas bisa terlibat dalam tugas yang bikin pegel ini. Aku dan teman-teman sangat menyesal. Aku berjanji untuk tidak melakukannya lagi, sekalipun hanya tersisa aku di kelas. Ini membolos yang pertama dan terakhir bagiku.
Kedisiplinan , ketertiban dan ketaatan memang seharusnya melekat pada diri setiap seorang pelajar. Sudah pasti guru dan orangtua mengajarkannya pada kami. Namun berat bagi pelajar untuk menahan godaan untuk membolos jika keadaannya seperti yang ada di hari Jumat itu. Papakuku pun mengakuinya, jika memang berat menahan godaan untuk bolos jika sekolah sepi seperti itu. Tapi Papa sebagai salah satu orang yang kuteladani mengatakan bahwa “Wajar jika anak SMA melakukannya, itu masih kenakalan remaja bukan kejahatan. Namun, bukan berarti anak SMA harus pernah membolos. Tak apalah kamu(aku) melakukannya, tapi jangan diulangi lagi. Cukup sekali, dan jadikan itu pelajaran dan pengalaman berharga bersama teman-teman SMA-mu.”
Dan yang aku dapatkan atas pengalaman berharga ini adalah sekalipun aku sudah melakukan sesuatu baik itu benar maupun salah, aku harus bersedia bertanggung jawab atas perbuatanku itu, konsekuen menerima segala resiko yang ada. Aku juga sekarang merenung, kenapa aku harus kabur dari sekolah yang bagus itu, padahal di luar sana masih banyak saudara-saudara seumuran yang ingin sekolah? Jangan sia-siakan kesempatan dan waktu yang ada padamu, Tyo!



 andapintarsayakoplo

Radit bin Dwiprasetyo

Friday, April 20, 2012

Bolos Berjama'ah (Perdana)

Maaf kawan-kawan, bukannya saya dan Bramantya dan Sabdo dan Jourdeane balik ke sekolah untuk mengkhianati kalian atau untuk cari sensasi atau untuk cari nilai tambah atau untuk cari perhatian dari guru atau yang lainnya.


Begini, biar saya jelaskan :


Sepulang dari rumah Karin, kami berempat pergi ke lapangan basket UKSW dengan niat untuk menyaksikan POM voli, tapi kami tak menemui apapun, malah ketemu anak-anak X2 dan X3 sedang mengobrol. Sebelumnya, saya dan Bram sudah berjanji pada salah satu kakak kelas untuk ikut membantu USDA (usaha dana) Prom Night dengan berjualan minuman di sekolah. Jadi sekitar pukul 12.45 WIB saya ke sekolah bersama Hohok, karena Bram dan Jordi males-malesan untuk ikut. Tapi akhirnya mereka ikut juga.


Sampai di sekolah, kami langsung menuju ke dekat TU, tempat untuk berjualan. Sekitar 10 menit di sana, datanglah seseorang berbaju hijau --> Pak Agus.


Kami mencoba untuk menyembunyikan diri, tapi gagal. So, KETAUAN BOLOS.


Beliau berkata "Jordi, itu panggil temen-temenmu, X5 gak ada isinya. Temui Pak Jumadi!"



Lalu akhirnya dengan benar-benar terpaksa dan penuh rasa malas, kami ke kelas dan mengikuti kelasnya Pak Jumadi, gak pelajaran cuma cerita-cerita tentang Sekolah Lab.
Di tengah-tengah perbincangan, datanglah Raras dari X2, jadi sekarang ada 5 siswa di kelas.
Kami dipulangkan tepat pukul 14.00 WIB. Dan kami balik ke stand tempat jualan minum. Sampai akhirnya datang Dian, dengan penuh emosi (yang kata Hohok "Dian actingnya jago ya.") menghampiri gue, eh, saya (bisa dibilang nge-labrak saya).


"Tyok! Kekancanmu tipis yo! Kowe mbalik kelas melu pelajarane Pak Jum to?!?! Aku reti dikandani cah X4! Sak kelas jengkel karo kowe reti ra!", kata Dian. #kenapa cuma saya yang kena marah :'(


Saya menjawab, "Iya, tapi tunggu aku jel......"


Dian memotong perkataan saya, "Ash mboh, pokoke aku wes reti!"


Saya menjawab lagi, "Sek toh, itu coba tanya Hohok gimana cerita sebenernya."


Hohok merespon "Sabar to Ian, kamu lebih percaya kita apa anak kelas lain?"


Dian pergi.
Sekitar 7 orang di stand jualan mendadak hening.


Begitu singkat (agak panjang) cerita.
--------------------------------------------------------------------------------------------------


Intinya adalah :


- Kami, terutama saya, benar-benar MINTA MAAF kalo apa yang kami lakukan mengecewakan kalian. Kejadian ini di luar keinginan kami. Ini insiden.


- Kami berlima (termasuk Raras) sudah bersepakat JIKA TEMAN-TEMAN X5 LAINNYA DIHUKUM KARENA MEMBOLOS, KAMI JUGA AKAN IKUT KENA HUKUMAN.
- Memang Pak Jum jadi memuji kami berlima karena kami masih ikut pelajaran dia, tapi saya dan Hohok sudah menjelaskan bahwa kami sebelumnya juga ikutan bolos, dan ketika kembali ke sekolah untuk bantu jualan, kami ketauan Pak Agus.
- Sekali lagi, kami mohon maaf kalau perbuatan kami tadi siang mengecewakan kalian. Ini di luar kuasa kami sebagai anak yang gak jago bolos.


FYI :


- Terima rapor Jumat minggu depan.
- Minggu depan dikasi formulir penjurusan :D






andapintarsayakoplo

Radit bin Dwiprasetyo